Sabtu, 20 Desember 2008

Harapan

Hasil impresif di torehkan SSI Arsenal Indonesia di London beberapa waktu lalu membawa segudang kebanggaan dan juga sejuta keraguan. Tangisan mereka di akhir turnamen membuat haru hati ini sekaligus bangga di tengah-tengah kondisi sebenarnya sepakbola negeri ini. Meski hanya berada di peringkat kedua, kita pantas untuk terus berharap bahwa negeri ini bisa mempunyai sepak bola yang maju. Sukses SSI Arsenal Idonesia sebetulnya pernah di alami kakak-kakak mereka di MFC makassar beberapa tahun lalu di Danone Cup.
Hasil ini seharusnya menjadi referinsi agar kita tetap harus optimis untuk selalu membangun sepak bola negeri ini. Pandangan – pandangan skeptis terhadap sepakbola Indonesia selama ini tidak bisa juga disalahkan, pasalnya kita sudah terlalu sering di hadiahi berbagai kegagalan di ajang yang diikuti timnas senior maupun junior.
Lalu kenapa saya berkata bahwa kemenagan anak-anak yang bermarkas di Ciputat itu membawa sejuta keraguan?. Sangat mudah untuk menjawabnya, hasil yang jeblok di level senior adalah jawabanya. Artinya, anak-anak ini selalu saja mengalami detraining ketika mereka mulai menginjak level senior. Berbagai hasil memalukan timnas U-16 ke atas menjadi satu bukti. Berbicara soal penyebabnya mungkin akan sangat panjang, mulai faktor dana, fasilitas, sampai masalah perbedaan perkembangan kondisi fisik seorang pemain.
Meski masalah Antropometri dalam sepakbola tidak terlalu dipermasalahkan, namun sedikit banyak kondisi fisik pemain Indonesia mempunyai lag yang cukup berarti di negara-negar lain yang sering akhirnya mempengaruhi hasil akhir dari sebuah permainan.

Namun bukan berarti kita lalu berserah diri dan selalu bersifat skeptis. Kita sebagai manusia yang di anugerahi akal dan pikiran oleh Tuhan harus mempunyai satu cara dan inovasi agar bisa memecahkan deadlock prestasi yang di alami sepak bola negeri ini.
Berbagai usaha pernah diretas PSSI lewat program tim Primavera dan Barreti beberapa tahun lalu, namun paling pol hanya medali emas dan perak masing- masing di Sea Games manilla dan jakarta, setelah itu kita lagi-lagi di hadapakan pada kondisi detraining yang dialami timnas. Bahkan PSSI pernah menghabiskan 28 milyar di belanda hanya untuk bermain imbang 1-1 melawan Singapura di kualifikasi Asian Games Doha beberapa waktu lalu. Bahkan yang paling lucu adalah ketika PSSI berencana menaturalisasi beberapa pemain Brazil yang di proyeksikan bermain untuk timnas. Sungguh frustasi.
Masih banyak kegagalan dan kesalahan yang terjadi, namun tidak bijaksana kalau kita lantas hanya menyalahkan dan tidak berbuat apa-apa. PSSI seharusnya mulai turun jauh mejemput bola untuk membenahi semua ini. Jika SSI Arsenal dan MFC sudah memberikan sinyal positif di level junior, PSSI harus lebih jeli untuk membuat alur sehingga pemain-pemain ini menemukan muara yang jelas nantinya.
Kita juga pantas berharap pada usaha PSSI yang mengirimkan remaja – remaja indonesia ke uruguay untuk menempa diri di liga junior Uruguay. Seperti tidak jera dengan kegagalan cara yang sama di Italia, PSSI sepertinya yakin mereka bisa memetik buah manis dari Uruguay.


Sayang, hanya satu tim junior negeri ini yang bisa menikmati kerasnya sebuah liga. Liga yang memang salah satu tempat untuk mengembang diri yang sangat tepat. Pada faktanya kita memang dihadapkan pada kenyataan bahwa minimya kompetisi level junor di negeri ini. Kalaupun ada itu hanya bersifat turnamen, seperti Piala suratin.
Turnamen sangatlah tidak efektif dilaksanakan jika kita bertujuan pada sebuah pembinaan. Turnamen lebih cocok untuk pengukuran dari proses pembinaan itu sendiri. Selama ini PSSI belum mengadakan liga junor layaknya liga-liga yang sudah ada seperti ISL dan sebagainya. Liga sangat tepat bagi pemain untuk mengembangkan kemapuan mereka yang sebenarnya. Berberda dengan sebuah turnamen, liga menawarkan kesempatan bermain lebih banyak sehingga kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kualitas juga lebih banyak.
Hal ini sebetulnya sudah ada dalam Manual ISL, yang mengharuskan sebuah klub ISL mempunya sporting alias tim junior. Salah satu aspek yang konon paling gampang dipenuhi untuk bisa lolos verifikasi ISL. Namun pada kenyataanya, hal ini juga belum menjadi prioritas BLI di tahun pertama ISL. Satu tindakan yang lagi-lagi menunda kita kedalam stage yang lebih baik.
Namun begitu kita tetap harus selalu optimis untuk selalu membangun sepakbola negeri ini. Tunggu saja hasil tempaan di Uruguay, dan yang paling penting segeralah menempa seluruh remaja-remaja Indonesia ke dalam kompetisi yang berguna bagi mereka dan negara nanti tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar